Selasa, 15 November 2016

Daerah Pabean Terkait Dengan Pajak Pertambahan Nilai PPN

 
Daerah Pabean Terkait Dengan Pajak Pertambahan Nilai PPN
    1. Definisi dan Istilah
      1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.  (Pasal 1 angka 4 PP Nomor 10 TAHUN 2012)
      2. Tempat lain dalam Daerah Pabean : Daerah Pabean selain Kawasan Bebas, Tempat Penimbunan Berikat, dan Kawasan Ekonomi Khusus (Pasal 2 ayat (3) PMK-62/PMK.03/2012)
      3. Endorsement : pernyataan mengetahui dari pejabat/ pegawai Direktorat Jenderal Pajak atas pemasukan Barang Kena Pajak dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, berdasarkan penelitian formal atas dokumen yang terkait dengan pemasukan Barang Kena Pajak tersebut. (Pasal 1 angka (10) PMK-62/PMK.03/2012)
    2. Informasi Terkait
      1. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk.  (Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 10 TAHUN 2012)
        • Pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk ini merupakan pelabuhan atau bandar udara yang telah mendapatkan izin dari Menteri Perhubungan dan telah mendapatkan penetapan sebagai Kawasan Pabean. (Pasal 2 ayat (3) PP Nomor 10 TAHUN 2012)
      2. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.  (Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 10 TAHUN 2012)
      3. Pengusaha di Kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 4 ayat (1) PP Nomor 10 TAHUN 2012)
      4. Penyerahan barang di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN (Pasal 4 ayat (2) PP Nomor 10 TAHUN 2012)
      5. Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean, sepanjang menyangkut pemberian fasilitas tidak dipungut PPN , pengawasan dan pengadministrasiannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. (Pasal 18 ayat (3) PP Nomor 10 TAHUN 2012)

Potensi Pajak PPN dan PPh atas Perubahan Bentuk Wajib Pajak Orang Pribadi Menjadi CV

 
Potensi Pajak atas Perubahan Bentuk Wajib Pajak Orang Pribadi Menjadi CV


Banyak pertanyaan yang timbul tentang ada tidaknya potensi pajak terkait perubahan bentuk wajib pajak dari orang pribadi menjadi badan hukum dalam hal ini menjadi CV. Perubahan bentuk dari Wajib Pajak Orang Pribadi menjadi CV kerap terjadi akibat tuntutan wajib pajak itu sendiri. Wajib Pajak melakukan perubahan dikarenakan adanya tuntutan dari klien mereka yang menyaratkan hanya bekerja sama dengan pihak lain minimal CV dan bukan orang pribadi lagi.

Pertanyaan memang akan timbul, bagaimana dengan aspek pajak terhadap pengalihan aset dan persediaan barang orang pribadi yang menjadi Milik CV. Berikut saya sampaikan beberapa pandangan menurut saya tentang aspek perpajakan yang akan timbul akibat perubahan bentuk dari wajib pajak orang pribadi menjadi CV tersebut.

Kena PPN ga ya atas pengalihan aset dan persediaan usaha tersebut ??
Jawabannya iya. Antara Orang Pribadi dan CV merupakan entitas yang berbeda dari segi perpajakan sehingga hal tersebut merupakan penyerahan yang menjadi objek pajak PPN. Bagi yang berpendapat tidak dikenakan ppn dengan alasan tidak termasuk penyerahan BKP maka mari kita lihat melihat pada pasal 1A Undang undang PPN berikut : 

Pasal 1 A angka 2 Undang undang Nomor 42 tentang PPN 2009 berbunyi :

Yang tidak terimasuk dalam pengertian  peneyerahan Barang Kena Pajak adalah :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak Kepada Makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang
b.Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang
c.Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dalam hal pengusaha kena pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang
d. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena pajak; dan
e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan dan yang pajak masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dalam pasal 9 ( ayat (8) huruf b dan huruf c.

Kalimat yang bergaris bawah di atas menunjukkan syarat mutlak yang harus dipenuhi yang tidak dipotong potong. Kalmat di atas menunjukkan pengeritan bahwa selain kedua belah pihak PKP juga diharuskan barang kena pajaknnya sebagaimana pasal 9 ( ayat (8) huruf b dan huruf c. Hal ini lah yang menunjukkan bahwa pengalihan aset dari Orang Pribadi menjadi CV tidak termasuk dalam pengertian Pasal 1A Undang Undang PPN di atas, sehingga masuk kategori termasuk penyerahan Barang Kena Pajak dan dikenakan PPN.

Penyerahan BKP menggunakan Harga Wajar atau Perolehan ??

Tergantung, iya tentu tergantung BKP. Jika yang diserahkan adalah aset maka menggunakan nilai buku, dan apabila menggunakan nilai wajar dan diatas nilai buku makan akan timbul Selisih yang berpotensi adanya Pajak Penghasilan. Jika BKP berupa persediaan barang dagangan maka menggunakan Nilai perolehan. Hal ini melihat tujuan PPN yang dipungut adalah merecover Pajak Masukan  yang telah dikreditkan sebelumnya dan Membebankan Pembayaran PPN ke pihak lain yang menikmati nilai tambah. Sehingga pada saat transfer menggunakan nilai perolehan seperti pemakaian sendiri.

Pajak keluaran?
Pajak Keluaran dari Orang Pribadi akan Menjadi Pajak Masukan di CV. CV harus sudah telah dikukuhkan menjadi PKP sebelum Faktur Keluaran diterbitkan oleh Orang Pribadi

SPT Orang Pribadi?
Peredaran usaha orang Pribadi pada SPT Tahunan harus mengakomodir seluruh penyerahan ke CV. adanya selisih nilai buku yang lebih besar akan menjadi keuntungan dan harus dihitung PPh di SPT ORang Pribadi tersebut.

NPWP Wanita Kawin dan Wanita Kawin Yang Memiliki NPWP

 
  1. WANITA KAWIN YANG WAJIB MENDAFTARKAN DIRI
    • Wanita kawin yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sendiri adalah wanita yang telah memenuhi persyaratan subjektif (sesuai ketentuan pasal 2 ayat 3 UU nomor 36 TAHUN 2008) dan objektif (menerima atau memperoleh penghasilan sesuai Pasal 4 ayat 1 UU nomor 36 TAHUN 2008) yang : (Pasal 2 ayat (2) dan (4) PP 74 TAHUN 2011)
      1. dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah dengan suami berdasarkan keputusan hakim, atau
        • Tidak termasuk dalam pengertian hidup terpisah adalah suami istri yang hidup terpisah antara lain karena tugas, pekerjaan, atau usaha (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
      2. dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau
      3. ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami
    • Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran NPWP bagi wanita kawin ini adalah : (Pasal 6 ayat (2) PER-38/PJ/2013)
      1. fotokopi Kartu NPWP suami;
      2. fotokopi Kartu Keluarga; dan
      3. fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami
      • Selengkapnya tentang tata cara pendaftaran NPWP KLIK DISINI

  1. WANITA KAWIN YANG TIDAK WAJIB MENDAFTARKAN DIRI
    • Wanita kawin yang tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sendiri karena hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya adalah : (Pasal 2 ayat (3) dan (4) PP 74 TAHUN 2011)
      1. tidak hidup terpisah; atau
        • Tidak termasuk dalam pengertian hidup terpisah adalah suami istri yang hidup terpisah antara lain karena tugas, pekerjaan, atau usaha (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
      2. tidak melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis, atau
      3. wanita yang tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami
    • Dalam hal  wanita kawin ini telah memiliki NPWP sebelum kawin, wanita kawin tersebut harus mengajukan permohonan penghapusan NPWP dengan alasan bahwa pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya. (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
      • Penghapusan NPWP bagi Wajib Pajak wanita ini dapat dilakukan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai Wajib Pajak. (Pasal 7 ayat (5) PMK-73/PMK.03/2012)


  1. KETENTUAN PERPAJAKAN WANITA KAWIN YANG PUNYA NPWP SENDIRI TETAPI TIDAK BERKEHENDAK MENJALANKAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SECARA TERPISAH DENGAN SUAMINYA
    1. Diwajibkan untuk mengajukan permohonan penghapusan NPWP; (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
      • Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan formulir penghapusan NPWP meliputi: (Pasal 11 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
        1. fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis dan
        2. surat pernyataan tidak membuat, perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau surat pernyataan tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suami
      • Selengkapnya tentang tata cara penghapusan NPWP KLIK DISINI
    2. Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya wanita kawin tersebut menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga; (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) PP 74 TAHUN 2011)
    3. kosekuensi perpajakan yang timbul adalah :
      1. seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. (Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 36 TAHUN 2008)
      2. Untuk kepentingan pemotongan atau pemungutan PPh, wajib menunjukkan NPWP suami;
      3. kewajban penyampaian SPT tahunan PPh termasuk hak dan kewajiban perpajakan lainnya ada pada pihak suami;


  1. KETENTUAN PERPAJAKAN WANITA KAWIN YANG PUNYA NPWP SENDIRI DAN BERKEHENDAK MENJALANKAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SECARA TERPISAH DENGAN SUAMINYA 
    1. Diwajibkan menandatangani surat pernyataan yang menyatakan menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah dari suami, dengan menggunakan contoh format Lampiran II SE-60/PJ/2013
    2. Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya wanita kawin tersebut menggunakan NPWP sendiri
    3. Konsekuen perpajakan yang timbul adalah : (SE-29/PJ./2010)
      1. Untuk kepentingan pemotongan atau pemungutan PPh, wajib menunjukkan NPWP-nya sendiri;
      2. wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atas namanya sendiri terpisah dengan SPT Tahunan PPh suaminya.
      3. Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin ini adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wanita kawin tersebut dalam suatu tahun pajak, tidak termasuk penghasilan anak yang belum dewasa.
      4. Penghitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin ini didasarkan pada penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri tersebut dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto antara suami dan isteri. (ini berlaku juga bagi wanita kawin sebagai pegawai yang mempunyai penghasilan semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21)
      5. Harta dan kewajiban/utang yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin ini adalah harta dan kewajiban yang dimiliki dan/atau dikuasai wanita kawin tersebut pada akhir tahun pajak.  

Senin, 14 November 2016

Tarif PPh 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, POLRI, dan Pensiunannya

 
  1. PPH 21 TIDAK FINAL YANG DITANGGUNG PEMERINTAH
    1. Jenis PPh Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintah
      • PPh pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh Pemerintah atas beban APBN atau APBD. (Pasal 2 ayat (1) PP 80 TAHUN 2010)
        • Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD ini meliputi penghasilan tetap dan teratur bagi: (Pasal 2 ayat (2) PP 80 TAHUN 2010)
          1. Pejabat Negara, yaitu :
            1. gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; atau
            2. imbalan tetap sejenisnya,
yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  1. PNS, anggota TNI, POLRI, yaitu :
    • gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
  2. bagi Pensiunan, yaitu :
    • uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
  • Termasuk dalam pengertian gaji, uang pensiun, dan tunjangan lain sebagaimana dimaksud di atas adalah gaji, uang pensiun, dan tunjangan ke-13 (ketiga belas). (Pasal 2 ayat (3) PMK-262/PMK.03/2010)
  1. Besarnya tarif PPh 21 yang ditanggung pemerintah
    • Besarnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). (Pasal 2 ayat (3) PP 80 TAHUN 2010)
    • PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah ini dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang atas seluruh penghasilan yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh WP OP. (Pasal 6 ayat (2) PP 80 TAHUN 2010)
    • Dalam hal penghasilan tetap dan teratur setiap bulan ini diterima dalam mata uang asing, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut. (Pasal 4 PMK-262/PMK.03/2010)

  1. DALAM HAL TDAK MEMILIKI NPWP (PPH 21 TIDAK DITANGGUNG PEMERINTAH)
    • Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya tidak memiliki NPWP, atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang dibebankan pada APBN atau APBD dikenai tarif PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya yang memiliki NPWP. (Pasal 3 ayat (1) PP 80 TAHUN 2010)
    • Tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% (dua puluh persen) ini dipotong dari penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya. (Pasal 3 ayat (2) PP 80 TAHUN 2010)
    • Pemotongan atas tambahan PPh Pasal 21 ini dilakukan pada saat penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dibayarkan. (Pasal 3 ayat (3) PP 80 TAHUN 2010)
    • PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah dan tambahan PPh Pasal 21 ini dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang atas seluruh penghasilan yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh WP OP. (Pasal 6 ayat (2) PP 80 TAHUN 2010)

  1. PPH 21 YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK DITANGGUNG PEMERINTAH
    • PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PP 80 Tahun 2010 berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.
      • Atas penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong PPh pasal 21 bersifat final, tidak termasuk biaya perjalanan dinas. (pasal 3 PMK-262/PMK.03/2010)
    • Tarif pemotongan PPh pasal 21 final sbb: (Pasal 4 ayat (2) PP 80 TAHUN 2010)
      • No. Penerima Penghasilan Tarif Final
        1. PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya 0 % dari penghasilan bruto
        2. PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya 5 % dari penghasilan bruto
        3. Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya 15 % dari penghasilan bruto
  • PPh pasal 21 dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium atau imbalan lain. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 final diberikan paling lama pada akhir bulan dilakukannya pembayaran penghasilan tersebut. PMK-262/PMK.03/2010 pasal 14 ayat (3)
  • Kewajiban menghitung, memotong, dan melaporkan PPh pasal 21 tetap dilakukan terhadap penghasilan yang dikenai tarif PPh Pasal 21 sebesar 0%. PMK-262/PMK.03/2010 pasal 11 ayat (3)
  • Dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada Masa Pajak yang bersangkutan nihil, Bendahara Pemerintah tetap wajib melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak. PMK-262/PMK.03/2010 pasal 11 ayat (4)

  1. PENGHASILAN LAIN-LAIN YANG DIPEROLEH PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI
    1. Dalam hal PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya diangkat sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga yang tidak termasuk sebagai Pejabat Negara, atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD terkait dengan kedudukannya sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga tersebut dikenai pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan UU PPh dan tidak ditanggung oleh Pemerintah. (Pasal 5 PP 80 TAHUN 2010)
    2. Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI Anggota POLRI, dan Pensiunannya, menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenai PPh bersifat final di luar penghasilan tetap dan teratur yang menjadi beban APBN atau APBD, penghasilan lain tersebut digunggungkan dengan penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dalam SPT Tahunan PPh WP OP yang bersangkutan. (Pasal 6 ayat (1) PP 80 TAHUN 2010)


  1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
    1. Untuk Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan :
      • Dibuat sekali setahun (Form 1721-A2)
      • Diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau pegawai berhenti
    2. Untuk PPh Final :
      • Dibuat pada akhir bulan dilakukan pemotongan
      • Dengan menggunakan formulir bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final (Lampiran Per-32/pj/2009)

Tarif PPh Pasal 21 Orang Pribadi , Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap, Bukan Pegawai, Peserta Kegiatan, Dewan Komisaris, Mantan Pegawai, Peserta Pensiun

 
  1. KETENTUAN PENGGUNAAN TARIF
    1. Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP. (Pasal 20 ayat (1) dan (2) PER-16/PJ/2016)
      • Pemotongan PPh Pasal 21 ini hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final. (Pasal 20 ayat (3) PER-16/PJ/2016)
    2. Dalam hal Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi tersebut mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Desember, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.(Pasal 20 ayat (4) PER-16/PJ/2016)
    3. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008 :
      • Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
        No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
        1. sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 5%
        (lima persen)
        2. di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) 15%
        (lima belas persen)
        3. di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 25%
        (dua puluh lima
        persen)
        4. di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%
        (tiga puluh persen)

    1. TABEL TARIF PPH PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP DAN PEGAWAI TIDAK TETAP
      No. Jenis Penerima Penghasilan (Subjek PPh 21) Penghitungan PPh Pasal 21 Ketentuan Lama (PER-32/PJ/2015)
      1. Pegawai Tetap
      PPh 21 = DPP X Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008
      DPP = PKP = Ph. Neto - PTKP
      Ph. Neto = Ph. Bruto - B.Jab - THT/JHT
      Dasar hukum : Pasal 9, 10, 14 PER-16/PJ/2016
      ketentuan ini masih sama dengan ketentuan lama di PER-32/PJ/2015
      2. Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000,00
      PPh 21 = DPP X Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008
      DPP = PKP = Ph. Bruto - PTKP
      Dasar hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 3, Pasal 10 ayat (2), Pasal 14 ayat (1) huruf c PER-16/PJ/2016
      Pada ketentuan lama, jumlah kumulatif penghasilannya adalah Rp3.000.000,00 (Pasal 9 PER-32/PJ/2015)
      3. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp4.500.000,00
      PPh 21 = 5% x (Ph. Bruto - Rp.450.000,00)
      Dasar hukum : Pasal 9 ayat 1 huruf b dan Pasal 15 ayat (1) huruf a PER-16/PJ/2016

      Ketentuan Lama (berlaku sejak 7 Agustus 2015)
      PPh 21 = 5% x (Ph. Bruto - Rp.300.000,00)
      Dasar hukum : Pasal 9 ayat 1 huruf b dan Pasal 15 ayat (1) huruf a PER-32/PJ/2015
      Pada ketentuan lama, jumlah kumulatif penghasilannya adalah Rp3.000.000,00 (Pasal 9 PER-32/PJ/2015)
      4. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000,00 tetapi belum melebihi Rp.10.200.000,00
      PPh 21 = 5% x (Ph. Bruto - PTKP yang sebenarnya)
      PTKP yang sebenarnya adalah adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
      Dasar hukum : Pasal 12 ayat (4)  dan Pasal 15 ayat (1) huruf b  PER-16/PJ/2016

      Ketentuan Lama (berlaku sejak 7 Agustus 2015)
      PPh 21 = 5% x (Ph. Bruto - PTKP yang sebenarnya)
      PTKP yang sebenarnya adalah adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
      Dasar hukum : Pasal Pasal 12 ayat (4)  dan Pasal 15 ayat (1) huruf b PER-32/PJ/2015
      Pada ketentuan lama, tarif ini digunakan untuk yang jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp3.000.000,00 tetapi belum melebihi Rp.8.200.000,00
      5. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp10.200.000,00
      PPh 21 : PKP yang disetahunkan X Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008
      PKP = Ph.Bruto - PTKP
      Dasar hukum : Pasal Pasal 15 ayat (2)  PER-16/PJ/2016
      Pada ketentuan lama, tarif ini digunakan untuk yang jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp8.200.000,00

    1. TABEL TARIF PPH PASAL 21 ATAS BUKAN PEGAWAI
      No. Jenis Penerima Penghasilan (Subjek PPh 21) Penghitungan PPh Pasal 21 Ketentuan Lama (PER-32/PJ/2015)
      1. Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
      PPh 21 = Jumlah kumulatif PKP X Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008
      PKP = (50% x Ph.Bruto) - PTKP per bulan.
      • pengurangan berupa PTKP dapat diperoleh sepanjang :
        1. yang bersangkutan telah mempunyai NPWP dan
        2. hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan satu Pemotong PPh 21/26 serta
        3. tidak memperoleh penghasilan lainnya. Pasal 13 ayat (1) PER-16/PJ/2016
      • Besar PTKP KLIK DISINI
      Dasar hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4 dan Pasal 16 ayat (1) huruf a PER-16/PJ/2016
      ketentuan ini sama dengan ketentuan lama di PER-32/PJ/2015
      2. Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan.
      PPh 21 = DPP X Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008
      DPP = 50% X Ph. Bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada Bukan Pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan
      Dasar hukum : Pasal 9 ayat (1) huruf c dan Pasal 16 ayat (2) huruf a PER-16/PJ/2016
      ketentuan ini sama dengan ketentuan lama di PER-32/PJ/2015

    1. TABEL TARIF PPH PASAL 21 ATAS PENSIUNAN
      No. Jenis Penerima Penghasilan (Subjek PPh 21) Penghitungan PPh Pasal 21 Ketentuan Lama (PER-32/PJ/2015)
      1. penerima pensiun berkala
      PPh 21 = DPP X Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008
      DPP = PKP = Ph. Neto - PTKP
      Ph.Neto = Ph. Bruto - Biaya pensiun
      Dasar hukum : Pasal 9 ayat (1) dan 10 ayat (4) PER-16/PJ/2016
      ketentuan ini sama dengan ketentuan lama di PER-32/PJ/2015
      2. penerima uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus (SELENGKAPNYA KLIK DISINI)

    1. TABEL TARIF PPH PASAL 21 ATAS PESERTA KEGIATAN
      No. Jenis Penerima Penghasilan (Subjek PPh 21) Penghitungan PPh Pasal 21 Ketentuan Lama (PER- 32/PJ/2015)
      1. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan
      PPh 21 = jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah X Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008
      Dasar hukum : Pasal 16 ayat (2) huruf b PER-16/PJ/2016
      ketentuan ini masih sama dengan ketentuan lama di PER- 32/PJ/2015

    1. TABEL TARIF PPH PASAL 21 ATAS ANGGOTA DEWAN KOMISARIS ATAU DEWAN PENGAWAS
      No. Jenis Penerima Penghasilan (Subjek PPh 21) Penghitungan PPh Pasal 21 Ketentuan Lama (PER- 32/PJ/2015)
      1. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama yang mendapat honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur.
      PPh 21 = jumlah penghasilan bruto X Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008
      jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur
      Dasar hukum : Pasal 16 ayat (1) huruf c PER-16/PJ/2016
      ketentuan ini masih sama dengan ketentuan lama di PER- 32/PJ/2015
    1. TABEL TARIF PPH PASAL 21 ATAS MANTAN PEGAWAI
      No. Jenis Penerima Penghasilan (Subjek PPh 21) Penghitungan PPh Pasal 21 Ketentuan Lama (PER- 32/PJ/2015)
      1. Mantan Pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur.
      PPh 21 = jumlah penghasilan bruto X Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008
      jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur
      Dasar hukum : Pasal 16 ayat (1) huruf d PER-16/PJ/2016
      ketentuan ini masih sama dengan ketentuan lama di PER- 32/PJ/2015
    1. TABEL TARIF PPH PASAL 21 ATAS PESERTA PROGRAM PENSIUN
      No. Jenis Penerima Penghasilan (Subjek PPh 21) Penghitungan PPh Pasal 21 Ketentuan Lama (PER- 32/PJ/2015)
      1. Peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang melakukan penarikan dana pensiun dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
      PPh 21 = jumlah penghasilan bruto X Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 TAHUN 2008
      jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur
      Dasar hukum : Pasal 16 ayat (1) huruf e PER-16/PJ/2016
      ketentuan ini masih sama dengan ketentuan lama di PER- 32/PJ/2015

Senin, 07 November 2016

Memahami VAT REFUND FOR TOURIST di Indonesia

 
  1. DAFTAR BANDAR UDARA, DAN  DAFTAR TOKO RETAIL DI INDONESIA TERKAIT VAT REFUND FOR TOURIST
    • Bandar Udara adalah bandar udara tempat keberangkatan Orang Pribadi, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
      • Bandar udara yang memberikan pelayanan permintaan kembali PPN Barang Bawaan Orang Pribadi pemegang paspor luar negeri adalah :
        1. Bandar udara Soekarno-Hatta, Jakarta dan bandar udara Ngurah Rai, Denpasar (sejak 1 April 2010) (KMK-141/KMK.03/2010)
        2. Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta (sejak 1 Januari 2011) (KMK-427/KMK.03/2010)
        3. Bandar Udara Internasional Polonia, Medan (sejak 1 September 2011) (KMK-287/KMK.03/2011)
        4. Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya (sejak 1 September 2011) (KMK-287/KMK.03/2011)
    • Toko Retail adalah toko yang menjual BKP di dalam Daerah Pabean dan telah dikukuhkan sebagai PKP, serta berpartisipasi dalam skema pengembalian PPN kepada Orang Pribadi, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
      • Daftar toko retail :
        1. untuk daerah jakarta dan bali (Sejak 1 Oktober 2010 ) bisa dilihat di lampiran KEP-347/PJ/2010 
        2. untuk daerah Yogyakarta (sejak 1 Januari 2011 ) bisa dilihat di lampiran KEP-386/PJ/2010 
          • atau bisa klik di Lampiran.
      • Toko retail yang ditunjuk harus memasang logo "VAT REFUND FOR TOURISTS" (berdasarkan petunjuk teknis yaitu angka 2 huruf a SE-47/PJ/2010)

  1. KETENTUAN DALAM PENGEMBALIAN PPN KEPADA TURIS ASING
    1. Subjek VAT Refund
      • PPN yang sudah dibayar oleh Orang Pribadi pemegang paspor LN atas perolehan Barang Bawaan dari Toko Retail sejak 1 April 2010 dapat dikembalikan kepada Orang Pribadi tersebut. (pasal 2  ayat (2) pmk-76/PMK.03/2010)
        • Yang dimaksud dengan turis asing (Orang pribadi pemegang paspor LN) adalah orang pribadi yang memiliki paspor yang diterbitkan oleh negara lain dan memenuhi syarat sbb: (Pasal 1 angka 1 PMK-100/PMK.03/2013)
          1. bukan WNI atau bukan permanent resident of Indonesia, yang tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 2 bulan sejak tanggal kedatangan; dan/atau
          2. bukan kru dari maskapai penerbangan
    2. Objek VAT Refund
      • PPN atas perolehan barang bawaan yang tidak bisa diminta kembali adalah PPN atas perolehan : (pasal 3 ayat (2) pmk-76/PMK.03/2010)
        1. makanan, minuman, produk-produk tembakau;
        2. senjata api dan bahan peledak; dan
        3. barang yang dilarang dibawa ke dalam pesawat.
        • Barang Bawaan adalah BKP yang dibeli oleh Orang Pribadi dari Toko Retail dan dibawa keluar Daerah Pabean oleh yang bersangkutan dengan menggunakan moda transportasi pesawat udara, melalui bandar udara. (Pasal 1 angka 2 PMK-100/PMK.03/2013)
    3. Syarat VAT Refund
      • Orang Pribadi dapat mengajukan permohonan pengembalian PPN atas pembelian BKP di Toko Retail dengan syarat: (pasal 6  ayat (1) PMK-76/PMK.03/2010)
        1. nilai PPN paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); dan
        2. pembelian BKP dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean.
      • PPN yang dapat diminta kembali adalah PPN yang tercantum dalam 1 (satu) Faktur Pajak Khusus dari 1 (satu) Toko Retail pada 1 (satu) tanggal yang sama. (pasal 6  ayat (2) PMK-76/PMK.03/2010)
        • Faktur Pajak Khusus adalah Faktur Pajak yang dilampiri dengan cash register/struk pembayaran/ invoice sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang diterbitkan oleh PKP Toko Retail atas pembelian Barang Bawaan yang PPN-nya akan diminta kembali oleh Orang Pribadi. (Pasal 1 angka 10 PMK-100/PMK.03/2013)
    4. PKP Toko Retail menyampaikan SPT Masa PPN atas seluruh penyerahan BKP yang dilakukannya, termasuk penyerahan Barang Bawaan kepada Orang Pribadi pemegang paspor LN (pasal 5 PMK-76/PMK.03/2010)

  1. TATA CARA PENGAJUKAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN PPN OLEH OP PEMEGANG PASPOR LN DAN KEWAJIBAN PKP TOKO RETAIL
    1. Permintaan pengembalian PPN atas pembelian Barang Bawaan dilakukan oleh OP pemegang paspor LN dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada Toko Retail dan menunjukkan Paspor LN yang dipegangnya.(pasal 1 ayat (1) PMK-100/PMK.03/2013)
      • Yang dilakukan PKP Toko retail (Ketentuan terkait PKP Toko retail) :
        1. Kewajiban PKP Toko Retail : (Pasal 7 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
          1. menempelkan/memasang logo "VAT REFUND" pada Toko Retail tersebut;
          2. menyediakan informasi mengenai pengembalian PPN kepada Orang Pribadi dalam bentuk antara lain seperti brosur atau papan pengumuman; dan
          3. menerbitkan Faktur Pajak Khusus atas pembelian Barang Bawaan dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan sebagai berikut:
            1. lembar kesatu, untuk Orang Pribadi
            2. lembar kedua, untuk Unit Pelaksana Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Bandar Udara melalui Orang Pribadi
            3. lembar ketiga, untuk arsip Toko Retail.
        2. Ketentuan terkait penerbitan FP Khusus : (Penerbitan Faktur Pajak Khusus yang tidak memenuhi persyaratan ini dianggap bukan sebagai permohonan pengembalian PPN kepada Orang Pribadi sehingga tidak dapat dipertimbangkan) (Pasal 7 ayat (2) dan (3) PER-28/PJ/2013)
          1. dilakukan melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists; dan
          2. memenuhi ketentuan dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (8) UU Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM dan perubahannya, dengan ketentuan pengisian sebagai berikut:
            1. pada kolom "NPWP" diisi dengan nomor paspor Orang Pribadi sesuai yang tercantum dalam paspornya; dan
            2. pada kolom "alamat pembeli" diisi dengan alamat lengkap Orang Pribadi sesuai yang tercantum dalam paspornya.
        3. Dalam hal Aplikasi VAT Refund for Tourists dalam kondisi offline, Toko Retail dapat menerbitkan Faktur Pajak Khusus manual dengan format Lampiran I PMK-100/PMK.03/2013 dan peruntukan sesuai dengan ketentuan, dan harus segera menginput semua data yang ada pada Faktur Pajak Khusus manual tersebut ke dalam Aplikasi VAT Refund for Tourists apabila telah online kembali. (Pasal 7 ayat (5) PER-28/PJ/2013)
        4. Faktur Pajak Khusus ini dapat berfungsi sebagai surat permohonan pengembalian PPN dengan membubuhi tanda pada kolom permohonan pengembalian PPN yang dibubuhi tanda tangan Orang Pribadi pemegang paspor LN, dan kasir Toko Retail yang diberi stempel Toko Retail. (pasal 4  ayat (4) PMK-100/PMK.03/2013)
    2. Setelah mendapatkan Faktur Pajak Khusus dari toko retail, OP pemegang paspor LN melakukan permintaan kembali PPN pada saat Orang Pribadi tersebut meninggalkan Indonesia melalui bandar udara. (pasal 7  ayat (1) PMK-76/PMK.03/2010)
    3. OP menyampaikan Faktur Pajak Khusus kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Unit Pelaksana Restitusi PPN Bandar Udara, dengan menunjukkan: (pasal 7  ayat (2) PMK-76/PMK.03/2010)
      1. dokumen pendukung yang meliputi:
        • Paspor Luar Negeri; dan
        • Tiket atau pas (boarding pass) naik pesawat untuk keberangkatan Orang Pribadi ke luar Daerah Pabean;
      2. Barang Bawaan yang PPN atas perolehannya dimintakan kembali.

  1. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN UNTUK MENDAPATKAN SURAT PENUNJUKAN PKP TOKO RETAIL
    1. PKP Toko Retail yang ingin ikut dalam skema pengembalian PPN kepada Orang Pribadi harus terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk mendapatkan surat keputusan penunjukan PKP Toko Retail dan PIN melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists. (Pasal 2 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
    2. Dalam hal PKP Toko Retail melakukan pemusatan PPN terutang, maka:
      1. permohonan tersebut diajukan oleh PKP Toko Retail tempat PPN terutang dipusatkan; dan
      2. PKP Toko Retail wajib mendaftarkan seluruh cabang yang tertera pada Surat Keputusan Pemusatan PPN-nya.
    3. Yang dilakukan KPP setelah memperoleh permohonan dari PKP Toko retail :
      1. Ketentuan terkait surat keputusan penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan penolakan penunjukan sebagai PKP Toko Retail :
        1. penerbitan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan disampaikan dengan menggunakan format Lampiran I.1 dan Lampiran I.2 atau Lampiran I.3 PER-28/PJ/2013 ini.
        2. harus disampaikan oleh KPP kepada PKP Toko Retail melalui pos tercatat, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke alamat WP yang tercantum pada Master File Nasional DJP.
      2. Kemudian KPP menginput nomor bukti pengiriman, tanggal pengiriman dan jenis jasa pengiriman surat keputusan penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan penolakan penunjukan sebagai PKP Toko Retail ke dalam Aplikasi VAT Refund for Tourists, setelah melakukan pengiriman surat.
      3. Dalam hal surat keputusan penunjukan PKP Toko Retail dan surat pemberitahuan PIN atau surat pemberitahuan penolakan penunjukan sebagai PKP Toko Retail kembali pos (kempos), maka KPP harus memberitahukan informasi tersebut kepada PKP Toko Retail melalui e-mail PKP Toko Retail.
      4. PKP Toko Retail dapat mengajukan permohonan kembali setelah menyampaikan surat pemberitahuan perubahan alamat ke KPP sesuai dengan prosedur pemberitahuan perubahan alamat.
    4. PKP Toko Retail yang sudah mendapatkan PIN wajib melakukan aktivasi melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal diterbitkannya surat pemberitahuan PIN oleh KPP tempat PPN terutang. (Pasal 4 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
    5. Dalam hal PKP Toko Retail telah mendapatkan PIN tetapi tidak melakukan aktivasi sampai BATAS WAKTU yang ditentukan atau PIN hilang sebelum PKP Toko Retail melakukan aktivasi, maka PKP Toko Retail dapat mengajukan kembali permohonan PIN  (Pasal 4 ayat (2) PER-28/PJ/2013)
    6. KLIK DISINI Lampiran I PER-28/PJ/2013 untuk Tata cara permohonan PIN, User ID dan Password.

  1. KETENTUAN TERKAIT KONDISI TERTENTU
    1. DALAM HAL PKP TOKO RETAIL PINDAH ALAMAT
      • Dalam hal PKP Toko Retail yang sudah mendapatkan PIN  pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha ke wilayah KPP lain atau terjadi perubahan status perusahaan yang mengakibatkan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar harus berubah, maka PKP Toko Retail tersebut harus mengajukan permohonan kembali untuk mendapatkan surat keputusan penunjukan PKP Toko Retail dan PIN melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists. (Pasal 6 ayat (1) PER-28/PJ/2013)
    2. DALAM HAL PKP TOKO RETAIL MEMPEROLEH SK PEMUSATAN PPN TERUTANG YANG BARU
      • Dalam hal PKP Toko Retail yang telah melakukan pemusatan PPN terutang dan yang sudah mendapatkan PIN  memperoleh Surat Keputusan Pemusatan Tempat PPN Terutang yang baru, dan cabang pada Surat Keputusan Pemusatan Tempat PPN Terutang yang baru berbeda dengan cabang pada Surat Keputusan Pemusatan Tempat PPN Terutang yang lama, maka PKP Toko Retail harus melakukan update Surat Keputusan Penunjukan PKP Toko Retail sebelumnya dengan memasukkan Surat Keputusan Pemusatan Tempat PPN Terutang yang baru melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists (Pasal 6 ayat (2) huruf a PER-28/PJ/2013)
    3. DALAM HAL PKP TOKO RETAIL MELEKUKAN PEMINDAHAN TEMPAT PEMUSATAN PPN TERUTANG YANG BARU
      • Dalam hal PKP Toko Retail yang telah melakukan pemusatan PPN terutang dan yang sudah mendapatkan PIN melakukan pemindahan tempat pemusatan PPN terutang, maka PKP Toko Retail harus mengajukan permohonan penghapusan Surat Keputusan penunjukan PKP Toko Retail dan PIN sebelumnya ke KPP tempat PPN terutang yang lama, dan mengajukan permohonan kembali untuk mendapatkan surat keputusan penunjukan PKP Toko Retail dan PIN melalui Aplikasi VAT Refund for Tourists (Pasal 6 ayat (2) huruf b PER-28/PJ/2013)

Mekanisme pengembalian klaim VAT Refund :

  1. secara tunai (Rp), dengan ketentuan :
    • nilai yang dikembalikan tidak melebihi 5 juta rupiah; atau
    • melebihi 5 juta, namun turis yang mengajukan klaim tidak dapat menyediakan informasi untuk pengembalian transfer atau memang ybs tidak menghendaki pengembalian secara transfer, maka nilai yang dikembalikan hanya sebesar 5 juta rupiah sedangkan selisihnya tidak dikembalikan
  2. secara transfer, apabila nilai yang diajukan pengembalian melebihi nilai 5 juta rupiah.
    Informasi yang harus tercantum pada Nota Persetujuan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN adalah nama, nomor rekening, nama bank tujuan transfer, dan mata uang yang diinginkan.
    Transfer dilakukan paling lama 1 bulan sejak klaim disampaikan.